Kamis, 27 Juni 2013

I'M NOT ALONE



I AM NOT ALONE
Selama tiga puluh menit sehari dalam waktu tiga hari, dia berdialog intrapersonal. Tidak sia-sia, ternyata ia sampai pada suatu kesimpulan bahwa ternyata feel alone in a lonely place tidak benar,  apalagi feel alone in a crowd . Dia bercerita kepada saya pada malam sabtu kemarin, kira-kira beginilah petikannya.
“Pada usia saya ke- 18 tahun, saya merenung mengenai diri saya adanya. Untuk apakah saya terlahir ke dunia ini dengan serba keterbatasan dan kerap terabaikan dalam persaingan di lingkungan sosial? Mengapa saya tidak seberuntung mereka? Mereka pintar, mereka cantik, mereka disayangi, mereka tampan, mereka kaya, they have everything.
Agama menjanjikan surga neraka, pendidikan menjanjikan kemuliaan, kekayaan menjanjikan pepularitas, hedonisme menjanjikan kepuasan dan berbagai pengalaman yang saya peroleh selama 18 tahun hidup saya itu, sangat mempengaruhi perspektif dan karakter yang berkolaborasi menjadi sistem kepribadian dalam aktualisasi diri di lingkungan sosial saya. Hal inilah yang kemudian menyediakan jawaban atas pertanyaan di atas.
Suatu hari, saya merasa sangat senang ketika mama memuji saya, tapi kemudian pujian itu melekat di jaringan otak yang entah bagaimana caranya sampai membuat saya menjadi tinggi hati. Hal ini menjadi kontradiktif ketika saya mengernyitkan dahi melihat orang yang rela berbohong demi memperoleh penghargaan (orang yang gila prestige).--- Memasuki usia ke-19 tahun ternyata quote “orang yang paling mulia adalah orang yang bermanfaat bagi orang lain” jo pendapat Jeremy Bentham “utilitarianisme” terkristalisasi ke dalam setiap tindakan alami saya.”
Jengah sekali mendengar cerita sahabat saya itu, sehari semalam tidak akan membuat saya memahami secara utuh apa yang dia ceritakan. Mungkin hanya 30% saja yang saya pahami. Namun, itu sangat pantas untuk dipertimbangkan sebagai salah satu metode pendekatan dalam mengembangkan pola pikir kita.
“Pada usia ke-20 tahun saya mulai merasakan kenikmatan luar biasa ketika saya berhasil membuat orang lain tersenyum. Pada saat itulah saya merasa sangat berguna dan layak menjadi bagian dari makhluk sosial Zoon Politicon. Namun masalahnya adalah Saya terlalu sibuk untuk memberi kebahagiaan (semampu saya) kepada lingkungan sosial, dengan mengabaikan diri sendiri. Saya sering membuat mereka tersenyum, merasa bersalah ketika berbohong kepada mereka, merasa malu ketika menyakiti perasaan mereka.
Tindakan itu ternyata merusak keseimbangan diri, karena pada kenyataannya saya sering berjanji untuk mengerjakan tugas dalam dua hari, tetapi setelah memasuki satu minggu belum juga selesai. Saya sering mengabaikan rasa lapar di perut ketika sedang asyik membaca komik. Saya sering curhat meminta solusi atas masalah saya kepada mereka, tapi saya tidak pernah memberi kesempatan pada diri saya untuk memberikan alternatif solusi.
Artinya, terjadi ketimpangan intensitas komunikasi ke luar diri saya (mereka) dengan komunikasi terhadap diri sendiri. Ini mengakibatkan rasa sepi muncul ketika mereka semua tidak ada, bahkan bisa membuat galau ketika tidak berbicara dengan mereka walau sehari saja.
Tetapi ternyata sangat tidak adil memperlakukan mereka secara berlebihan. Parahnya saya tidak pernah menyadari bahwa sebenarnya tempat untuk berkomunikasi tidak hanya keluar saja tetapi juga ke dalam diri. Sehingga saya seharusnya sebagai makhluk Allah SWT tidak perlu merasa kesepian yang mendalam bila mereka tidak ada, karena saya masih punya diri saya sendiri sebagai teman berkomunikasi.
Saya harus memperlakukan diri saya sebagaimana saya memperlakukan mereka, saya harus menepati janji terhadap diri sendiri sebagaimana saya menepati janji saya kepada mereka. Sekarang saya tidak lagi sendiri karena saya punya diri saya sendiri. Harus adil memperlakukan lingkungan sosial dengan lingkungan pribadi. I’am not alone anymore even in a lonely place because I have my self indeed. You and my self are substitution.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar